Rantai Kentjana
RANTAI KENTJANA adalah sebuah organisasi intra sekolah yang
diprakarsai oleh Bapak Alm. Soetedjo Atmodipoerwo pada 1942-an, saat dia menjabat sebagai direktur SMP Magelang pada zaman Jepang.Organisasi ini didirikan untuk penangkal dari adanya prilaku menjadikan jepang di semua kegiatan pelajar
saat itu. Kata Rantai Kenjtana diambil dari istilah “De Gulden
Keten”. Rantai itu diibaratkan organisasi keseluruhan sedangkan mata rantai masing-masing anggota. "Kekuatan keseluruhan organisasi ditentukan oleh kekuatan
mata rantai yang terlemah". Pesan yang ingin disampaikan: "Hendaknya
tiap-tiap mata rantai berusaha agar dirinya kuat dan terpelihara dengan baik
demi tercapainya kekuatan lebih besar bagi rantainya".
Tujuan utama pendirian organisasi sekolah tersebut untuk
menampung dan sebagai wadah bagi kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan sebagai
wadah bagi Magelang, yang pada waktu zaman Jepang dinamakan CHU GAKKO. Di
samping itu juga untuk menyalurkan bakat dan kegiatan-kegiatan olahraga,
kesenian dan sosial budaya. Selain itu juga tempat memupuk dan menanamkan
semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, menumbuhkan rasa kesetiakawanan
dan kegotongroyongan di antara murid.
Dalam mencapai tujuannya dilandaskan pada lima prinsip utama
yang menjadi falsafah dasar Rantai Kentjana yaitu :
Setia kepada Tuhan Yang Maha Esa Setia kepada Nusa dan bangsa
Setia kepada Orang Tua Setia kepada Guru Setia kepada Sesama Kawan
Lambang rantai Kenjtana dicipta oleh Saudara Wahyu Soekotjo.
Makna yang terkandung dalam lambang tersebut sebagai berikut :
Segitiga berlatar belakang warna hijau dengan pelisir warna
kuning bermakna Rantai Kenjtana akan selalu berpegang pada tiga prinsip dasar
dalam kehidupah bermasyarakat, yaitu: Pertama : Keyakinan adanya tuhan
Yang Maha Esa Kedua : Pengabdian kepada Nusa dan bangsa Ketiga :
Hormat serta cinta Kasih Kepada Orang Tua dan Guru
Sedangkan warna dasar kuning mempunyai arti keagungan dan
kebesaran jiwa, dan hijau melambangkan kedamaian dan kesejahteraan lahir dan
batin. Lima mata rantai yang saling mengkait yang terdapat di dalam segitiga
menggambarkan watak dan sifat kekeluargaan yang berintikan rasa kesatuan dan
persatuan abadi. Tulisan SMP yang terdapat dalam lingkaran mata rantai teratas
bermakna almamater tempat kita menimba ilmu, tempat kita saling berjabat
tangan, belajar bersama, bergembira bersama dan mengejar cita-cita.
Sejarah Rantai Kentjana
Semenjak kejatuhan
sekutu oleh pasukan Jepang pada tahun 1942 maka terjadi perubahan yang mendasar
dari kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Itulah yang
sempat membuat kegiatan belajar mengajar sempat terhenti. Akan tetapi setelah melalui
tahap persiapan selama 4 bulan, maka pada bulan Juni 1942 sekolah mulai dibuka
lagi oleh pemerintah.
Pasca persiapan
sistem dan kurikulum baru tersebut, maka secara bertahap sekolah-sekolah mulai
dibuka. Baik itu dari tingkat dasar, menengah maupun kejuruan serta tingkat
tinggi. Begitu pula di Magelang. Sejak Juni 1942 mulai dipersiapkan dibukanya
kembali sebuah sekolah tingkat menengah dengan nama "Syoto Chu
Gakko".
Pada masa Hindia
Belanda di Magelang terdapat 3 sekolah tingkat menengah, ialah MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) pertama dikelola oleh Gubernemen, kedua oleh
Yayasan Kristen dan yang ketiga kepunyaan Perguruan Taman Siswa. Ada juga
sekolah setingkat sekolah menengah ialah MOSVIA (Midlebare Opleiding School
Voor Inlandsche Ambtenaren), sekolah yang mendidik calon-calon pamong praja.
Pada saat dibukanya
SMP Magelang yang letaknya di Jalan Boton, telah memiliki 3 atau 4 kelas dengan
jumlah guru hanya 4 orang, masing-masing Soetedjo Atmodipoerwo merangkap
sebagai direktur yang dibantu 3 guru lainnya ; Soediwan, Mardiyo, dan P
Siagian. Dengan penerapan kurikulum Jepang, maka belajar bahasa Jepang menjadi
suatu kewajiban. Selain itu harus melakukan tata upacara Jepang seperti
Seikerei. Seragam putih putih dengan pet putih dan rambut harus dipotong hingga
plontos. Masa belajar hanya 4 atau 5 hari, karena pada hari Jum'at dan atau
Sabtu melakukan kegiatan Kinrohoshi (semacam kerja bakti ke luar halaman
sekolah, seperti tangsi militer, membuat lubah perlindungan, mengumpulkan biji
jarak,dll).
Tanpa disadari
latihan baris berbaris dan perang-perangan dapat menumbuhkan jiwa penuh
disiplin dan mulailah berkembang kesadaran dan cinta tanah air, semangat
patriotisme, serta kesediaan untuk berkorban bagi nusa dan bangsanya. Di
sinilah cikal bakal munculnya semangat dengan cita-cita membebaskan negeri dari
kungkungan penjajah. Hingga melahirkan pejuang-pejuang muda yang aktif dalam
perjuangan fisik maupun diplomasi yang beberapa di antara mereka menjadi
pahlawan yang berguguran di medan pertempuran dalam memperjuangkan kemedekaan
bangsa dan negara.
Salah satu pahlawan
yang akhirnya tempat dimana dia gugur dibangun Tugu Pahlawan Rantai Kentjana
adalah Prapto Kecik. Pada waktu itu tanggal 31 Oktober 1945 terjadi kontak
senjata antara Prapto Kecik dengan pasukan Jepang yang sedang melakukan teror
berdarah di sekolah. Demi membela Almamater, kawan-kawan dan guru yang saat itu
terancam jiwanya oleh pasukan teror Jepang, dia rela mengorbankan jiwanya.
Akhirnya tempat dimana dia gugur; di salah satu sudut halaman dalam sekolah,
dibangun monumen atas inisiatif murid-murid sendiri pada tahun 1947. Inilah
yang melambangkan kepeloporan dan patriotisme pelajar waktu itu.
Para Eks Ketua
Rantai Kentjana SMP Magelang (dari zaman Jepang - prakemerdekaan s/d thn 1948):
Nakoela
Soenarta : 1942 - 1943 Soetarno : 1943 - 1944 Soetarto : 1944 -
1945 Moch Mahmud : 1945 - 1946 Soetardjo : 1946 - 1947
Soekarno : 1947 - 1948 Setelah itu praktis kepengurusan Rantai Kentjana di
Sekolah SMP Magelang berakhir/terputus karena perang kemerdekaan II. Dan tidak
lagi ada komunikasi dan informasi lengkap dari SMP sendiri.
Sumber
: https://id.wikipedia.org/wiki/SMP_Negeri_1_Magelang#Sejarah_Rantai_Kentjana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar